Buku Catatan Keknya ini buku catatan saia yang ke 10 an, belum dihitung, hmmm kayaknya udah nyampe segitulah jumlahnya. Buku kecil ini ukurannya separuh dari buku tulis biasa dan sengaja beli yang isinya 200 lembar, biar rada lama habisnya. Kemarin baru dibeli tanggal 1 Juli 2017 tapi buku catatan ini udah lecek malah salah satu lem antara buku dan sampulnya sudah tanggal. Biasanya buku catatan ini memuat tugas membabu serta catatan gado-gado lainnya dan terkadang catatan pengingat lainnya misalnya alamat rumah, impian-impian yang entah kapan terwujud, pokoknya catat aja dulu hehehehe. Ngak terwujud pokoknya udah diniatin, mana tahu tahun depan terwujud, atau tahun berikutnya atau beberapa tahun berikutnya... Perubahan itu insyaAllah pasti ada seperti perubahan tulisan saia. Untuk mengecek perubahan tersebut, saia tinggal putar lemari lama dulu, lemari zaman saat saia SD dan masih ada sampai sekarang yang diletakkan di ruang makan rumah ortu. Dibelakang lemari itu ada tulisan saia, kalau ngak salah tulisan saat kelas II SD dan kalau melihat itu...."jelek banget tulisannya", biasanya posisi huruf A-nya sama kaki, ini ngak.... huruf A besarnya seperti orang melangkah, satu kakinya tinggi, satunya lagi pendek...tapi alhamdullillah masih terbaca hurufnya, ngak kebalik-balik seperti angka 4 seperti gambar kursi ( h ) atau huruf S nya seperti S yang lagi pusing, menghadap belakang. So, kalau ada yang sekarang jago nulis tapi jago juga membantai profesi guru, saia cuma bilang ckckckckck.... kali dulu belajar membaca dan menulis tinggal download langsung bisa atau belajar otodidak di rumah. Sudahlahhhh....berterimakasih aja ngak bisa apalagi bersyukur yak ??
Sehebat apapun jabatan anda, ada jasa seorang guru dibelakangnya. Guru sekolah, guru ngaji sampai teman yang dianggap sebagai "guru" yang ngajari yang enggak-enggak. Kalau ingat "guru" abal-abal ini, gua punya seorang teman sebangku waktu kelas I SMA, wajahnya jawa, muncung minang, gaya batak...komplit dan gua suka gayanya. Teringat suatu hari si teman bernama tittttt..tittt.... mengajak mengambil rambutan di kebunnya yang terletak di Jalan Arengka sekarang. Dulu Jalan Arengka ini masih sunyi dengan bangunan ruko atau perkantoran, banyaknya tanah kosong yang masih ditumbuhi pepohonan, semak belukar dan ada juga yang sudah ditanami oleh pemiliknya seperti rambutan atau jeruk manis tapi dengan kondisi semak belukar yang masih ada, kali tanah atau lahannya jarang dibersihkan pemiliknya. Saat ke kebun rambutan dulu, ada empat atau lima orang teman yang ikut. Dulu naik angkot ke rumah salah satu teman yang tinggal dekat Jalan Arengka, baru dari rumahnya jalan kaki ke kebun rambutan. Sesampai di kebun, buah rambutannya sudah banyak yang matang dan kondisi buahnya juga mudah dijangkau, ngak perlu pake galah. Buahnya menjuntai tepat diatas kepala dan tinggal pilih mana yang mau dipetik. Asyik sibuk metik buah rambutan, teman yang punya kebun tiba-tiba berkata..."woi cepatlah...kita pulang lagi, cepat woi...."
Saia dan teman-teman tidak peduli karena rambutannya belum sampai seplastik penuh diambil karena keasyikan mencicipi dulu. Si teman kelihatan gelisah..."udahlah, pulang lagi kita....cepatlah." Teman-teman lainnya protes dan ngak mau pulang... Si teman yang punya kebun berkilah ortunya marah kalau dia pulang kesorean nanti dan kami ???? Bodoh amat, tetap terus memetik rambutannya. Saia paling tahu teman ini, tidak pulang seharian juga tidak bakal di cariin ortunya. Entah sudah panik dan kami yang rada mada alias payah dibilangin, akhirnya teman yang punya rambutan itu berkata..."Cepatlah kita pulang, nanti datang orang yang punya kebun..." Mendengar kata-kata "orang yang punya kebun" spontan semua teriak, kaget. "Jadi ini bukan kebunmu..." Dengan santai teman itu berkata..."aku kan cuma ngajak ambil rambutan kemarin, emang ada kubilang kebunnya punya aku...." Serentak kami mencaci maki malah yang paling parah makian seorang teman yang rada judes..."anj*** kau, sialan ! Kalau tahu, aku ngak mau ikut.." Dan semua mencaci maki teman tersebut yang ketawa ngakak, kalau perlu ngakak guling-guling karena sukses mengerjai kami yang tanpa dosa, eleh. Pulangnya tetap kami membawa seplastik rambutan untuk oleh-oleh makan di jalan. Sepanjang jalan semua tertawa mengingat peristiwa kebun rambutan, terlebih si teman yang mengajak ke "kebunnya", sementara kami tertawa kecut sambil memaki-maki sambil mencicipi rambutan hasil jarahan.