Lahir 19 Oktober
1907 di Kolongan, Sangihe, meninggal 6 Maret 1969 di Ujung Pandang.
Ia pernah aktif dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur (NIT), mula-mula sebagai menteri pengajaran dan meningkat sebagai perdana menteri (1949). Dia pun pernah menjabat Kepala Inspeksi Daerah Kebudayaan untuk Sulawesi di Makassar. Tatengkeng adalah salah seorang pendiri dan pengajar Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makasar. Pernah sebagai anggota pengurus pleno Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN).
Dia menulis puisi, esei, telaah, prosa, dan kritik sastra. Menulis di berbagai majalah antara lain: Pujangga Baru, Zenith, Indonesia, “Gelanggang” dalam Siasat, dan Konfrontasi. Dia pun pernah memimpin majalah kebudayaan Sulawesi, 1958.
Bukunya yang sudah terbit Rindu Dendam (1934)
Ia pernah aktif dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur (NIT), mula-mula sebagai menteri pengajaran dan meningkat sebagai perdana menteri (1949). Dia pun pernah menjabat Kepala Inspeksi Daerah Kebudayaan untuk Sulawesi di Makassar. Tatengkeng adalah salah seorang pendiri dan pengajar Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makasar. Pernah sebagai anggota pengurus pleno Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN).
Dia menulis puisi, esei, telaah, prosa, dan kritik sastra. Menulis di berbagai majalah antara lain: Pujangga Baru, Zenith, Indonesia, “Gelanggang” dalam Siasat, dan Konfrontasi. Dia pun pernah memimpin majalah kebudayaan Sulawesi, 1958.
Bukunya yang sudah terbit Rindu Dendam (1934)
BERIKAN DAKU BELUKAR
Terhanyut oleh aliran zaman, Indahlah taman,
Aku terdampar di dalam taman, Indahlah taman,
Kuheran amat, Di mata zaman!
Memandang tempat! . . . . . . . . . . . . .
Di situ nyata kuasa otak, Dan kalau hari sudah petang,
Taman dibagi berpetak-petak, Ribuan orang ke taman datang,
Empat segi, tiga segi . . . . . . . . . . . . .
Yang coreng-moreng tak ada lagi. Berikan daku Belukar saja,
Rumput digunting serata-rata. Tempat aku memuji Rasa!
Licin sebagai birun kaca.
Bunga ditanam beratur-atur,
Tegak sebagai bijian catur.
Jalan digaris selurus-lurus,
Bersih, sehari disapu terus!
Aku terdampar di dalam taman, Indahlah taman,
Kuheran amat, Di mata zaman!
Memandang tempat! . . . . . . . . . . . . .
Di situ nyata kuasa otak, Dan kalau hari sudah petang,
Taman dibagi berpetak-petak, Ribuan orang ke taman datang,
Empat segi, tiga segi . . . . . . . . . . . . .
Yang coreng-moreng tak ada lagi. Berikan daku Belukar saja,
Rumput digunting serata-rata. Tempat aku memuji Rasa!
Licin sebagai birun kaca.
Bunga ditanam beratur-atur,
Tegak sebagai bijian catur.
Jalan digaris selurus-lurus,
Bersih, sehari disapu terus!
BULAN TERANG
Sunyi lengang alam terbentang,
Udara jernih tenang.
Di langit mengerlip ribuan bintang,
Bulan memancar caya senang.
Angin mengembus tertahan-tahan,
Dan berbisik rasa kesukaan.
Bulan beralih perlahan-lahan,
Menuju magrib tempat peraduan.
Hati yang masygul menjadi senang,
Sukma riang terbang melayang,
Karna lahir Kerinduan semalam:
Ribaan Hua yang kukenang,
Kudapat t’rang, kasih dan sayang,
Serta damai hati di dalam
Udara jernih tenang.
Di langit mengerlip ribuan bintang,
Bulan memancar caya senang.
Angin mengembus tertahan-tahan,
Dan berbisik rasa kesukaan.
Bulan beralih perlahan-lahan,
Menuju magrib tempat peraduan.
Hati yang masygul menjadi senang,
Sukma riang terbang melayang,
Karna lahir Kerinduan semalam:
Ribaan Hua yang kukenang,
Kudapat t’rang, kasih dan sayang,
Serta damai hati di dalam
O KATA
Sudah genap …
O kata
Dua patah,
Yang dikata dengan nyata,
Oleh badan payah patah.
Itu kata
Ada berita,
Terbesar dari sewarta,
Karna oleh kata nyata
Tuhan menang segala titah!
Karna kata,
Aku serta
Oleh Allah diberi harta
Selamat alam semesta
O kata
Dua patah,
Yang dikata dengan nyata,
Oleh badan payah patah.
Itu kata
Ada berita,
Terbesar dari sewarta,
Karna oleh kata nyata
Tuhan menang segala titah!
Karna kata,
Aku serta
Oleh Allah diberi harta
Selamat alam semesta
(Sumber : http://www.cikancah-cyber.com/2016/06/puisi-puisi-j-e-tatengkeng.html)