Lahir 28 Februari 1911 di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara,
terbunuh dalam revolusi sosial 16maret 1946 di Langkat, Sumatera Utara. Pendidikannya: tamat HIS (sekolah anak-anak Indonesia dengan bahasa
pengantara bahasa Belanda), lalu ke Medan dan ke Jakarta (mungkin 1928)
sekolah di Sekolah lanjutan Pertama Kristen (2 tahun), kemudian belajar
di Sekolah Lanjutan Atas Solo, Jawa Tengah (mungkin antara 1929-1932).
Kembali ke Jakarta, masuk Sekolah Tinggi Hukum, sampai lulus sarjana
muda, tapi tidak tamat. Selama di Jawa, dia aktif dalam kegiatan-kegiatan kebangsaan. Dengan
S. Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru. Tapi dia dipanggil pulang oleh pamannya, Sultan langkat – orang yang membiayai pendidikan Amir – dan diambil menantu. Bukunya yang sudah terbit: Nyanyian Sunyi (1937), Buah Rindu (1941), Sastra Melayu Lama dengan Tokoh-tokohnya (1941), dan Esei dan Prosa (1982). Terjemahannya: Bhagawad Gita (dimuat dalam Pujangga Baru,1933-1934) dan Setanggi Timur (terjemahan puisi Jepang, Arab,India, Persia dll., 1939). Berbagai karangannya yang tersebar dihimpun H.B. Jassin dalam Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1963).
Sejumlah puisnya ada dalam antologi Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963) susunan H.B. Jassin. Amir Hamzah dikenal sebagai tokoh penting pada masa Pujangga baru dalam sastra Indonesia.
TERBUKA BUNGA
Terbuka bunga dalam hatiku !kembang rindang disentuh bibir kesturimu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu.
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah
bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting hatiku, dalam masa mengembara
menanda dikau
Kekasihku ! inikah bunga sejati yang tiadakan
layu ?
SEBAB DIKAU
Kasihkan hidup sebab dikausegala kuntum mengoyak kepak
membunga cinta dalam hatiku
mewangi sari dalam jantungku
Hidup seperti mimpi
laku lakon di layar terkelar
aku pemimpi lagi penari
sedar siuman bertukar-tukar
Maka merupa di datar layar
wayang warna menayang rasa
kalbu rindu turut mengikut
dua sukma esa-mesra -
Aku boneka engkau boneka
penghibur dalang mengatur tembang
di layar kembang bertukar pandang
hanya selagu, sepanjang dendang
Golek gemilang ditukarnya pula
aku engkau di kotak terletak
laku boneka engkau boneka
penyenang dalang mengarak sajak.
SENYUM HATIKU , SENYUM
Senyum hatiku, senyumgelak hatiku, gelak
dukamu tuan, aduhai kulum
walaupun hatimu, rasakan retak.
Benar mawar kembang
melur mengirai kelopak
anak dara duduk berdendang
tetapi engkau, aduhai fakir, dikenang orang
sekalipun tidak.
Kuketahui, terkukursulang menyulang
murai berkicau melagukan cinta
tetapi engkau aduhai dagang
umpamakan pungguk merayukan purnama.
Sungguh matahari dirangkum segara
purnama raya di lingkung bintang
tetapi engkau, aduhai kelana
siapa mengusap hatimu bimbang?
Diam hatiku , diam
cubakan ria, hatiku ria
sedih tuan, cubalah pendam
umpama disekam, api menyala.
Mengapakah rama-rama boleh bersenda
alun boleh mencium pantai
tetapi beta makhluk utama
duka dan cinta menjadi selampai ?
Senyap, hatiku senyap
adakah boleh engkau merana
sudahlah ini nasip yang tetap
engkau terima di pangkuan bonda.
Sumber : http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain-lain/puisi-puisi-amir-hamzah