Puisi Idrus Tintin 😊
Idrus Tintin dilahirkan di Rengat, Riau, 10 November 1932, dari seorang emak bernama Tiamah dan bapak bernama Tintin. Ibunya Tiamah, berasal dari Penyimahan dan menetap di Enok Dalam, Melayu Timur, Indragiri (sekarang termasuk wilayah Indragiri Hilir, Riau).
Walaupun hanya sekali masuk ke kelas gua dulu waktu SMA, dan beliau lebih banyak mengajar di kelas Sosial. Saat masuk ke kelas gua dulu, Beliau tidak sedang mengajar, hanya mengisi waktu kosong, berhubung guru biologi gua ngak datang ngajar dan suasana labor yang biasanya tenang, serius dan jauh dari gerrr gerrrr seketika berubah. Penuh gerrr karena beliau bercerita lucu-lucu aja, kalee tahu dan paham stress anak biologi dengan mata pelajarannya yang rada serius hehehehehe.
PESAN SEORANG AYAH KEPADA ANAKNYA
: Anakku!
Diam dan tenang adalah pemberian
Ribut dan badai tanda kehadiran sesuatu
yang baru sesudahnya adalah kedamaian.
: Anakku!
Mengembaralah jauh-jauh
ke hutan hatimu
ke laut-laut hatimu
ke langit-langit hatimu
Di kedalaman yang pepat rerahasia
kebahagiaan itu menggumpal
di ujung kakimu
: Anakku!
kebahagiaan itu rerahasia
yang menggumpal di ujung kakimu
SINGAPURA
Kepada Suratman Markasan
Ini bukan lagi Tumasik
bukan Selat
yang disebut-sebut Cikgu Mamud
orang Daik Lingga yang dengan bangga bercerita tentang
Singapura lama
Sia-sia kucari jejak Abdullah Munsyi
di antara rumah-rumah panggung yang tersisa
Teluk Air, Kampung Gelam, Lorong Engku Aman, dan
tempat-tempat yang aku sudah lupa entah apa namanya,
gedung lama dan kuburan keramat mulia
Sia-sia kutelusuri lorong berliku
untuk mendengar merdu suara aksen Melayu;
Di gang-gang sempit
tempat orang lalu lalang
sepertinya semua orang di sini
cuma tahu bahasa Hokian
Joran kolor dan kutang
menjulur dari puluhan jendela apartemen
bendera nir-adab
yang membuat senak dada
Tiga dekade yang lalu
selalu kujumpa banyak anak Melayu
berjalan bungkuk menunduk
bahunya berat seperti
gambar dewa Atlas memikul beban dunia
dalam buku-buku sejarah Yunani
Tapi kini tidak lagi
karena bukan kamu saja
yang memikul beban peradaban ini
orang-orang berdatuk-nenek dari
Wonosobo, Ponorogo, Gresik, Kendal, Bawean
semuanya Melayu
Berapa kuat lagi kalian
menahan rempuhan
zaman?
Namun rontaan penghabisan
anak-anak Melayu itu
alangkah gagah
mengumbar senyum
sebelum akhirnya
mungkin saja juri meneriakkan
kalah!
Sumber : http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain-lain/puisi-puisi-idrus-tintin