----------------------------------------------------
Jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru, dan sebagainya
yang notabene bukan negara mayoritas berpenduduk muslim turut membuat
produk wisata syariah. Terminologi wisata syariah masih belum memiliki
batasan yang jelas. Dan masih menggunakan beberapa nama yang cukup
beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination,
Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain.
Bahkan di Indonesia sendiri batasan konsep pariwisata syariah juga belum
jelas. Menurut beberapa pakar pariwisata wisata syariah merupakan suatu
produk pelengkap dan tidak menghilangkan jenis pariwisata konvensional.
Sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang
menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami tanpa menghilangkan
keunikan dan orisinalitas daerah. (Comot Kata Pengantarnya, ya...formal-formal kata sambutan dari yang menyusun buku tersebutlhhhh)....
------------------------------------------------------------------
Ternyata walaupun mayoritas beragama Muslim, tapi ternyata antar sesama muslim juga masih tidak sepaham, kali mengingat Indonesia ini bukan umat Islam aja, Darma ! Ya iyalah....toleransi sangat diperlukan. Terlebih lagi "orang" yang sedang phobia Islam stadium 3. Seperti teka-teki, teka teki ngak ini ya ??? Soale adik gua yang sekolah di Bukit Tinggi yang ngasih perumpamaan orang yang caradiak bana....."takuruang, inyo di lua, tajapiek tapi inyo di ateh" artinya terkurung, dia di luar....saat terjepit, dia diatas. Artinya orang nan cerdik pandai mendekati orang licik sihhhhh. Kawan..kawan tapi dihantam juga dari belakang, pakai balok hehehehehehe...Becanda keleeuuusss.
------------------------------------------------------------------
Label wisata syariah di Indonesia sendiri kurang mendapat
persetujuan dari Menteri Pariwisata, Arief Yahya (2015) karena dinilai
terkesan eksklusif dan pelarangan berbasis agama tertentu. Sedangkan
penggunaan istilah lain seperti Islamic tourism (wisata islam), halal tourism
(wisata halal), wisata keluarga dan religi juga dinilai belum sesuai. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh salah satu
anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sapta Nirwandar, bahwa
penggunaan branding wisata syariah masih debatable dan penggunaannya
kerap diidentikkan dengan radikalisme. Sehingga perlu adanya perumusan
konsep branding yang tepat untuk pengembangan jenis wisata syariah di
Indonesia. (hlm. 2)
-------------------------------------------------------------------
Lanjut baca yakkkkk...........
---------------------------------------------------------------------
Dilihat dari faktor demografi, potensi wisatawan muslim dinilai
cukup besar karena secara global jumlah penduduk muslim dunia sangat
besar seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, dan negaranegara
Timur Tengah dengan tipikal konsumen berusia muda/usia produktif,
berpendidikan, dan memiliki disposable income yang besar. Menurut Pew
Research Center (kelompok jajak pendapat di Amerika Serikat), bahwa
jumlah penduduk muslim pada tahun 2010 sebesar 1,6 miliar atau 23 persen
jumlah penduduk dunia. Jumlah penduduk muslim tersebut merupakan
urutan kedua setelah umat Kristiani sebesar 2,2 miliar atau 31 persen
penduduk dunia (Worldaffairsjournal, 2015). Dan diperkirakan hingga tahun
2050, penduduk muslim mencapai 2,8 miliar atau 30 persen penduduk dunia. (Hlm 2)
Potensi pasar muslim dunia memang sangat menggiurkan bagi pelaku
usaha bisnis pariwisata. Berdasarkan data Thomson Reuters yang diambil
dari 55 negara dalam Global Islamic Economy Report 2014 – 2015, total
pengeluaran muslim dunia pada tahun 2013 di sektor makanan dan
minuman halal mencapai US$1,292 miliar atau sebesar 10,8 persen dari
pengeluaran kebutuhan makan dan minum penduduk dunia dan akan
mencapai US$2,537 miliar atau 21,2 persen dari pengeluaran kebutuhan
makanan dan minuman global pada 2019. Di sektor perjalanan, pada tahun
2013 umat muslim dunia menghabiskan sekitar US$140 miliar untuk
berwisata atau sekitar 7,7 persen dari pengeluaran global. Diperkirakan
jumlah tersebut akan meningkat menjadi US$238 miliar atau 11,6 persen. pengeluaran global sektor perjalanan di tahun 2019 (di luar perjalanan haji
dan umrah). Di sektor media dan rekreasi, muslim dunia menghabiskan
sekitar US$185 miliar atau 7,3 persen pengeluaran global pada tahun 2013
dan diperkirakan mencapai US$301 miliar pada 2019 atau sekitar 5,2 persen
dari pengeluaran global (Reuters & DinarStandard, 2014).
Studi yang sama juga dilakukan oleh MasterCard dan CrescentRating
(2015) dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, bahwa pada tahun
2014 terdapat 108 juta wisatawan muslim yang merepresentasikan 10
persen dari keseluruhan industri wisata dan segmen ini memiliki nilai
pengeluaran sebesar US$145 miliar. Diperkirakan pada tahun 2020 angka
wisatawan muslim akan meningkat menjadi 150 juta wisatawan dan
mewakili 11 persen segmen industri yang diramalkan dengan pengeluaran
menjadi sebesar US$200 miliar.
----------------------------------------------------------------------
Dan Indonesia menduduki peringkat ke enam sebagai negara tujuan wisatawan muslim. Namanya bisnis yang menggiurkan, Indonesia punya potensi yang sangat besar menjadi tujuan wisata seperti slogan dulu..."Visit Indonesia Year 2008" tapi kalau sekarang..."Indonesia's halalan thayyiban 20sekian sekian sekianlah.... hehehehehe....
-----------------------------------------------------------------------
Keberadaan industri
pariwisata syariah bukanlah suatu ancaman bagi industri pariwisata yang
sudah ada, melainkan sebagai pelengkap dan tidak menghambat kemajuan
usaha wisata yang sudah berjalan. Bahkan sejumlah negara-negara di dunia
telah menggarap industri pariwisata syariah. Sebagai contoh di Asia seperti
Malaysia, Thailand, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan China sudah
terlebih dahulu mengembangkan pariwisata syariah. Thailand memiliki The
Halal Science Center Chulalongkorn University, pusat riset itu bekerja sama
dengan Pemerintah Thailand dan keagamaan membuat sertifikasi dan
standardisasi untuk industri yang dilakukan secara transparan, bahkan
pembiayaannya tertera jelas dan transparan. Australia melalui Lembaga
Queensland Tourism mengeluarkan program pariwisata syariah pada bulan
Agustus 2012 melalui kerjasama dengan hotel-hotel ternama mengadakan
buka puasa bersama, menyediakan tempat sholat yang nyaman dan mudah
dijangkau di pusat-pusat perbelanjaan, memberikan pertunjuk arah kiblat
dan Alquran di kamar hotel, hingga menyediakan petugas di Visitor’s
Information Offices yang mampu berbahasa Arab. Korea Selatan melalui
Perwakilan Organisasi Pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta)
mengakui siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket
wisata bagi Muslim dan fasilitas yang mendukung. Demikian pula Jerman
menyediakan tempat shalat yang bersih dan nyaman di Terminal 1 Bandara
Munich, Jerman sejak bulan Juni 2011.
Terdapat 13 (tiga belas) provinsi yang
dipersiapkan Indonesia untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa
Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau,
Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali (IndonesiaTravel, 2013). Wilayah tujuan
wisata syariah tersebut ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya
manusia, budaya masyarakat, produk wisata daerah, serta akomodasi wisata.
Pada dasarnya pengembangan wisata syariah bukanlah wisata
eksklusif karena wisatawan non-Muslim juga dapat menikmati pelayanan
yang beretika syariah. Wisata syariah bukan hanya meliputi keberadaan
tempat wisata ziarah dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan
fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan
halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam
pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Contohnya adalah
menyediakan tempat ibadah nyaman seperti sudah dilakukan di Thailand
dan negara lainnya yang telah menerapkan konsep tersebut terlebih dahulu. (Hal. 5 dan 6)
------------------------------------------------------
Juga gua buka link :http://www.osaka-info.jp/en/news/muslim_friendly_airport_kix.html
http://gayahidup.republika.co.id/berita/gaya-hidup/travelling/15/12/18/nzi9ut359-
filipina-akan-kembangkan-proyek-wisata-halal
-----------------------------------------------------
Kalau di Riau sendiri sebagai tujuan wisata syariah khususnya Pekanbaru sebagai tempat gua berdomisili, kebanyakan gua tahu yang menjadi tujuan wisatanya adalah Mesjid Agung Annur, Mesjid Raya, Arena MTQ ???, juga pernah ketemu rombongan dari Malaysia lagi belanja di Ramayana sebelum kebakaran atau di Pasar Bawah. Hairannye nak cakap itu turis, Mak cik ntu becakap seperti teman gua....Ishhh betul ke awak tu turis ???? Tau tak awak tu comel sangat, jangan lupa salam buat si Hensem tu ye kahkahkahah......kalau Riau, Homeland of Melayu kayaknya iya, tapi wisata syariah ????
-----------------------------------------------------
Meskipun nomenklatur pengembangan wisata syariah belum jelas.
Namun, dalam usaha pengembangannya, Kemenparekraf menggandeng
Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga
Sertifikasi Usaha (LSU). Dan pada tahun 2014, Kementerian Pariwisata telah
menyusun Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah melalui Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014. Dalam
PERMEN tersebut berisikan kriteria hotel syariah dengan kategori Hilal 1 dan
Hilal 2 yang dinilai dari aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan. Hilal 1
merupakan hotel syariah yang masih memiliki kelonggaran dalam aturan
syariah, misalnya, dalam hotel ini setiap makanan dan restoran dipastikan
halal. Artinya, restoran atau dapur sudah ada sertifikasi halal dari MUI, ada
kemudahan bersuci dan beribadah sehingga harus ada toilet shower bukan
hanya tissue, makanan halal, tapi tidak ada seleksi tamu, dapurnya sudah
bersertifikat halal, tapi dapurnya saja, minuman masih boleh ada jenis
alkohol seperti wine. Sedangkan dalam hotel Hilal 2, segala hal yang tidak
diperbolehkan dalam aturan syariah memang sudah diterapkan dalam hotel
syariah ini. Untuk klasifikasi hotel syariah hilal satu minimal memenuhi 49
poin ketentuan, untuk naik ke level hilal dua harus memenuhi 74 poin
----------------------------------------------------
Nah kalau ada yang mempermasalahkan fatwa MUI seperti kemarin yang jelas-jelas fatwanya tujuannya untuk orang Islam, muslim, moslem...., pasti wisata syariah ini yang keberatan dia juga. Bukan Muslim kayaknya tapi menyerupai Muslim. Digembosi mulu.....Aneh ! Giliran pesta babi kayak di Jawa sono, tau deh baca aja beritanya hehehehehe, toleransi lahhhhhh, kan Indonesia. Giliran Singapura ngadaian "Singapura Ramah Pejalan Muslim" (http://www.yoursingapore.com/content/dam/desktop/id/pdf/stb-halal-guide.pdf), baru ngerti kenapa lihainya pebisnis luar negeri memutar pasar seperti tukar tempat gitu, disini sumber bahan baku segala tetek bengeknya dijadikan tujuan pesta Babi, Singapura menjadi tujuan wisata muslim....ya...siapa lagi, wisatawan Indonesialah. Indonesia mayoritas muslim, coyyyy !!!! 350 tahun dijajah Belanda tetap harus kudu musti TOLERANSI lahhhhhhhhhhh. 350 tahun artinya 3,5 abad ! Berabad-abad sampai sekarang mirip Kangguru dalam permainan Hanggorooo......Peace, Love and Respect Plus Toleransi Tingkat Dewa. Ya...dewa !