Gua sangat kagum dengan tulisan beliau apalagi doi bermarga sama dengan ibu gua. Rasa mau menyolkot-nyolkotkan, artinya mendekat-dekatkan, biasalah sesama orang Batak. Ohhh jadi abang marga xxxx, samalah sama ibuku blablablabla...Sebenarnya bermarga itu menguntungkan dan menaikkan nilai mata kuliah Auditing gua saat zaman kuliah dulu. Ngak percaya ? Berhubung nama gua cuma Iguanawati tanpa embel-embel marga. Entahlah kenapa dulu waktu lahir di Bumi Melayu ini ngak dikasih marga tapi alasan ibu gua karena saran bapak angkat alm. bapak gua dulu, yang asli Melayu. So, berhubung dosen Auditing gua bermarga Harahap dan salah satu "dosen terbang". Biasanya "dosen terbang" begini ngasih nilai suka bikin suprise. Beserak nilai E untuk satu lokal kalau moodnya lagi ngak oke dan zaman kuliah teringat istilah...."bukannya pandai, tapi pandai-pandai". Bukan pula memandai hehehehehe. Jadinya waktu ujian semester, sengaja di kertas ujian di tulis nama gua lengkap menggunakan marga tapi diabsen, gua cuma tambah huruf "S" aja setelah nama gua. Biar agak dingin nama gua hahahahahaha, ngak lah. Ntar jadi masalah ama orang TU kalau gua tulis nama gua pake marga di kertas absen karena selama ini nama gua ngak ada embel-embelnya. Cuma Darma Apalah-apalah ! Dan tarrrraaaaa....berhasil. berhasil....akhirnya Dora berhasil hahahahahaha. "Akulah peta..akulah peta". Nilai A dan B untuk auditing dan lab auditing. See...bermarga itu menguntungkan sebenarnya hehehehehehe.
Tapi walaupun sesama orang bermarga, supaya gua tetap solkot ama beliau, gua menelan mentah-mentah "pakai sendok atau pakai kuda." Jangan gitulah....ayat itu bagian dari Al Quran. Al Quran itu bukan kuda (binatang) dan bukan pula alat makan (sendok). Coba diganti dengan judul buku abang aja....nggg..nggg...gua lupa-lupa ingat, tapi anggaplah judul bukunya "secangkir kopi pahit". Mari mulai bermain kata...
Dibohongi "buku secangkir kopi" atau dibohongi pakai "buku secangkir kopi". Udahlah soal menyinggung pakai atau tidak pakai, kasian 350 tahun dijajah Belanda saia bang, jangan pula menjajah orang bodoh seperti saia ini. Kalau belajar bahasa, saia usahakan menuruti nasehatnya...InsyaAllah, saia tetap selalu belajar :)) Kalau masalah orang kepleset, saia maklum, zaman Nabi aja orang lebih parah menghujat tapi agama ini tetap terjaga dan ngak pernah menjadi hina lantaran ucapan begitu, malah makin kuat. Terbukti mereka berkumpul walaupun tujuan dan niatnya beda-beda tetapi satu juga. Hehehehehe. Reaksi tergantung golongan darah kaleee, kalau gua yang O kompleks...pasti cuma bilang "Oh jadi begitu..", reaksi yang bergolongan darah B plus mungkin kalee seperti ini...."Bodatlah, kujambak juga rambutmu !" atau orang yang bergolongan darah C mungkin kaleee seperti ini..."Capa ?? mu bilang capa ???", atau yang bergolongan darah D mungkin kaleee begini..."Diam ajalah kalau ngak tahu !" sampai bergolongan darah Z seperti "Zebra jugak kau, putih-putih tapi belang juga". Just kidding !!!
Udahlah saling memojokkan agama ini, walaupun gua belanja di tempat kapir sampai ngemall di tempat kapir, makai barang buatan kapir sampai dulu bekerja sama kapir, katanya sihhhhh harus gitu, supaya gua yang ngak ada apa-apanya ini makin ngak ada apa-apanya. Santai wak, darting ntar hehehehehe. Saudara muslim yang disana juga dibutuhkan jugak nantinya saat pilkada. Ngak percaya ?? Coba lah ditengok sekejap lalu website "http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-agama"
tapi ngak papalah cuma tahu dikit data tahun 2014, ya sebagai gambaran aja :
- Islam 8.339.988 atau sekitar 83,30 %
- Kristen 862.878 atau sekitar 8,62 %
- Katolik 404.239 atau sekitar 4,04 %
- Hindu 19.455 atau sekitar 0,19 %
- Budha 384.634 atau sekitar 3,84 %
- Khonghucu 875 atau sekitar 0,01 %
- Aliran kepercayaan 202 atau sekitar 0,002 %
Janganlah sesama muslim diadu-adu dengan kata pakai atau tidak lagi dan disuruh belajar segala, cukuplah itu. Bicarakan aja prestasi jagoan abang, itu sudah cukup menyakitkan bagi pihak lawan abang gua yang terhormat :))) Selamat malam...