Merdeka, Brader !!!
Catatan 17 Agustus 2015 (70 tahun setelah kemerdekaan hehehehe....)
Kalau saia meneriakan begitu didepan rumahnya, pasti saia langsung dilempar pake sapu sambil teriak tak kalah kencang ama teriakan merdeka saia
"Apa merdeka-merdeka !!! Kita belum merdeka, masih banyak yang kelaparan, masih aja yang miskin, masih aja yang belum nikah...."
Stop..stop, saia kok ngak enak dengar ujung-ujung teriakannya hehehehe....ni orang lagi ngapain sih, sensi mulu di zaman ini hehehehe....padahal orang miskin sudah ada dari pemerintahan sebelumnya bahkan zaman nabi juga ada sehingga ada ayat yang menerangkan bahwa :
“Tahukah kamu orang yang mendustai agama, maka dialah yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin” (QS. Al-Ma’un:1-3)
Jadi menurut saia, Indonesia itu sudah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945. Entahlah kalau warga Negara Endonesia atau Hindonesia atau Hendonesia, kalau sampai zaman sekarang masih merasa belum merdeka. Tanya Dora-lah..."akulah peta.." "akulah peta"
"Masih ada rakyat yang miskin, rakyat yang lapar..." ckckck...saia yang merasa rakyat, jadi keseret-seret arus ketidaksukaan peringatan hari kemerdekaan. Status miskin saia dipertanyakan, status lapar saia dipermasalahkan.....saia kira tadi dia bawa makanan hehehehehe.....
Emang situ bukan rakyat ya ? Tantenya rakyat ??? Bapaknya rakyat ??? atau pembinanya rakyat ???? hihihihi....Tunggu bentar ya, ada truk lewat, dibak belakangnya ada tulisan..."sesama rakyat dilarang saling mendahului..."
Betul...betul..betul..."emang kamu ngak mau melangkah bersama untuk menuju tujuan yang sama, tujuannya rumah makan depan sana, biar kita ngak lapar....
"dia reseh kalau lapar..."
"Masih ada rakyat yang miskin, rakyat yang lapar..." ckckck...saia yang merasa rakyat, jadi keseret-seret arus ketidaksukaan peringatan hari kemerdekaan. Status miskin saia dipertanyakan, status lapar saia dipermasalahkan.....saia kira tadi dia bawa makanan hehehehehe.....
Emang situ bukan rakyat ya ? Tantenya rakyat ??? Bapaknya rakyat ??? atau pembinanya rakyat ???? hihihihi....Tunggu bentar ya, ada truk lewat, dibak belakangnya ada tulisan..."sesama rakyat dilarang saling mendahului..."
Betul...betul..betul..."emang kamu ngak mau melangkah bersama untuk menuju tujuan yang sama, tujuannya rumah makan depan sana, biar kita ngak lapar....
"dia reseh kalau lapar..."
Saia tidak dapat membuat semua orang senang, pasti ada mencap sok merdeka, padahal masih dijajah juga, masih miskin juga, masih lapar juga....EGPlah, saia hanya mencoba mengingat pelajaran sejarah sewaktu di sekolah dulu tentang betapa heroiknya kakek yang bernama Republik Indonesia pada masa silam, 70 tahun lalu....dan walaupun sudah menyatakan merdeka tanggal 17 Agustus 1945, masih aja cobaan datang mulai dari peristiwa Bandung Lautan Api pada tanggal 17 Oktober 1945 sampai serangan umum 1 Maret 1949.
Sama seperti 17 Agustus 2015, setelah saia meneriakkan merdeka di medsos, lalu terjadilah Serangan Umum, hanya berselang per menit, proklamasi kemerdekaan saia dihajar dengan kata-kata "Kita Belum Merdeka, Masih ada yang Lapar, Masih ada Yang Miskin bla..bala..bla....
Pengen kalee lah saia menculik kamu seperti halnya para pemuda menculik Bung Karno dan Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan. Kalaui saia sih pengen menculik kamu agar membaca sejarah detik-detik proklamasi aja, setidaknya cukup menghargai usaha kakek yang bernama Indonesia lagipula memperingati aja kok. Malaysia yang dihadiahi kemerdekaan aja seronok sangat kalau memperingati hari kemerdekaannya 31 Ogos, masa kita yang merebut lemah lunglai. Saia takut kamu nanti dicaplok Malaysia....hehehehe....Nih saia kasih dikit yang barusan saia baca :
Lantaran dianggap berjasa menyelamatkan pemerintahan koloni di Malaya,
Inggris menghadiahkan kemerdekaan kepada rakyat Melayu pada 31 Agustus
1957, dengan Tuanku Abdul Rahman sebagai perdana menteri pertama. Melayu
pun merdeka tanpa susah payah. (Sumber : http://www.merdeka.com/dunia/malaysia-merdeka-mudah-lewat-hadiah.html)
Semangat Brader !!! Merdeka !!! Belajar yang baik, bekerja yang baik, mana tahu ada untung besar, mana tahu yang lagi belajar di sekolah, jadi pemimpin besar
Jadi harapan untuk membantu kemiskinan dan kelaparan bukan masalah besar. Oke !!! Salam Merdeka :)
Love, Peace and Respect !!!
Si Kakek itu bercerita........
"Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945"
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=190
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan
pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda,
sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi
Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah
Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat
perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya,
berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika
tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu
revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua,
bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu,
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan
pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan
pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang.
Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi
Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari
campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan
penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang
mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri
Soekarno-Hatta (lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81)
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung
perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai
Proklamasi Kemerdekaan
" Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !"
kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan
bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara
Jepang. " Kita harus segera merebut kekuasaan !" tukas Sukarni berapi-api. " Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !" seru mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; " Jika
Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan
berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan
besar-besaran esok hari ."
Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata: " Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !". Hatta kemudian memperingatkan Wikana; "... Jepang
adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan
berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara
tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa
saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan,
mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?"
Namun, para pemuda terus mendesak; " apakah
kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita
sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah
takluk dalam 'Perang Sucinya '!". " Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?". Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; "... kekuatan
yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan
kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan
kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri ". Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para
pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula.
Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab
bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan
para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk
berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad
Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak
lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda
tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan
timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta,
para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang
menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud
menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul
04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh
sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi "penculikan" itu sangat
mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi
(1984:60). Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda
tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap
perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan
situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali
mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka
tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum
berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok kota kecil
dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan
Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA (Pembela
Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta
telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan
bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar
15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah
dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati
Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah
Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada
di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya
segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan
dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya
memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke
Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya.
Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk
menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh
para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak
begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan
rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di
tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; "
Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu ...". " Lalu apa ?"
teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang
menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau
berbicara.
Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; " Yang
paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang
tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk
dijalankan tanggal 17 ". " Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?" tanya Sukarni. " Saya
seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan
pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku.
Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang
baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada
dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat
yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat
itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur'an
diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu
kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia ". Demikianlah antara
lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok
sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61).
Sementara itu, di
Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari
golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di
Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan
mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf
Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama
sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput
Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar
pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945,
selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA
setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta (Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83).
Merumuskan Teks Proklamasi
Rombongan
Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju
rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih
dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah
Laksamada Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi
karena sikap Maeda sendiri yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung
Karno dan tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo
(1978:60-61) melukiskan sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda
tentunya memberi kesan aneh bagi orang-orang Indonesia itu, karena
perwira Angkatan Laut ini selalu berhubungan dengan rakyat Indonesia.
Sebagai
seorang perwira Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini
dari rata-rata seorang perwira Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan
yang lebih tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak
sempit pikirannya. Ia dapat berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah
pejabat yang bertanggungjawab atas Bukanfu di Batavia; kantor
pembelian Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi diri
hanya pada tugas-tugas militernya saja, tetapi agar dirinya dapat
terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor penerangan
bagi dirinya di tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan kepada
Soebardjo. Melalui kantor inilah, yang menuntut biaya yang tidak
sedikit baginya, ia mendapatkan pengertian tentang masalah-masalah
di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari buletin-buletin resmi
Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk mendirikan
asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia .
Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk
mengajar di asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal
dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia berhasil
mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa
keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan
kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan
kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting
bagi masa depan bangsanya.
Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco (kepala
pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya
mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa
karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, maka berlaku
ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo .
Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu.
Berdasarkan garis kebi jakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta
mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde
kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta sampai pada kesimpulan bahwa
tidak ada gunanya lagi untuk membicarakan soal kemerdekaan Indonesia
dengan Jepang. Mereka hanya berharap agar pihak Jepang tidak
menghalang-ha langi pelaksanaan proklamasi kemerdekaan oleh rakyat
Indonesia sendiri (Hatta, 1970:54-55).
Setelah pertemuan itu,
Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan
rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda,
sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua
ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan
Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno,
Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan
tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan
pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Soebardjo (1978:109) di
ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam, rumusan teks
Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno
menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan Ahmad
Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari
teks Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari
rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir
merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat
pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia
untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan
pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah
kelompok yang menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks
Proklamasi, kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin
yang berkumpul di ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam
menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan
membacakan rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan konsep.
Soebardjo (1978:109-110) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara
teks Proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil
makanan dan minuman dari ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya
oleh tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat
atas. Kami belum makan apa-apa, ketika meninggalkan Rengasdengklok.
Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan dan waktu hampir habis untuk makan
sahur, makan terakhir sebelum sembahyang subuh. Setelah kami terima
kembali teks yang telah ditik, kami semuanya menuju ke ruang besar di
bagian depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di dalam
ruangan. Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di
tengah-tengah ruangan. Sukarni berdiri di samping saya. Hatta berdiri
mendampingi Sukarno menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan
pukul 04.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka
pertemuan dini hari itu dengan beberapa patah kata.
"Keadaan
yang mendesak telah memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan di
hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara
sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan
menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing". Kepada
mereka yang hadir, Soekarno menyarankan agar bersama-sama
menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia .
Saran itu diperkuat oleh Mohammad Hatta dengan mengambil contoh pada "Declaration of Independence " Amerika
Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju
kalau tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya "budak-budak Jepang"
turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni mengusulkan agar
penandatangan naskah proklamasi itu cukup dua orang saja, yakni
Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia . Usul Sukarni
itu diterima oleh hadirin.
Naskah yang sudah diketik oleh
Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
Persoalan timbul mengenai bagaimana Proklamasi itu harus diumumkan
kepada rakyat di seluruh Indonesia , dan juga ke seluruh pelosok
dunia. Di mana dan dengan cara bagaimana hal ini harus diselenggarakan?
Menurut Soebardjo (1978:113), Sukarni kemudian memberitahukan bahwa
rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan untuk datang
berbondong-bondong ke lapangan IKADA pada tanggal 17 Agustus untuk
mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Akan tetapi Soekarno menolak
saran Sukarni. " Tidak ," kata Soekarno, " lebih baik
dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan Timur. Pekarangan di
depan rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus
memancing-mancing insiden ? Lapangan IKADA adalah lapangan
umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa
militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan
kekerasan antara rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan
rapat umum tersebut, mungkin akan terjadi. Karena itu, saya minta
saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 10.00
pagi ." Demikianlah keputusan terakhir dari pertemuan itu.
Detik-Detik Proklamasi
Hari
Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945
memancar di ufuk timur. Embun pagi masih menggelantung di tepian daun.
Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana
Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi
hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan
kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta
sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan
kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan
menyebarkannya ke seluruh dunia (Hatta, 1970:53).
Menjelang
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56
cukup sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo
untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan
beberapa pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud
untuk mempersiapkan satu tiang bendera. Karena situasi yang tegang,
Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang
bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang
bambu yang berada di belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi
tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera
yang dijahit dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah
disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya
berukuran tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan
untuk bendera.
Sementara itu, rakyat yang telah mengetahui akan
dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah Soekarno
telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang berbaris
teratur. Beberapa orang tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan
dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga
dimulai. Waktu itu Soekarno terserang sakit, malamnya panas dingin
terus menerus dan baru tidur setelah selesai merumuskan teks
Proklamasi. Para undangan telah banyak berdatangan, rakyat yang telah
menunggu sejak pagi, mulai tidak sabar lagi. Mereka yang diliputi
suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera dilakukan. Para
pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera
membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks
Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara
dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih dan langsung
menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad Hatta, Bung
Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga
mengenakan stelan putih-putih. Kemudian keduanya menuju tempat upacara.
Marwati
Djoened Poesponegoro (1984:92-94) melukiskan upacara pembacaan teks
Proklamasi itu. Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol.
Latief Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi
aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi
untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna.
Latief kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju
beberapa langkah mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas,
Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum membacakan teks
proklamasi.
"Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh
tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air
kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk
mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa
kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha
kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam jaman
Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi
pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita
percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar
mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita
sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan
sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah
mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari
seluruh Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa
sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara!
Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah
Proklamasi kami: PROKLAMASI; Kami bangsa Indonesia dengan ini
menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal yang mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17 Agustus 1945. Atas nama
bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.
Demikianlah
saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi
yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita
menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia
merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan
kita itu". (Koesnodiprojo, 1951).
Acara, dilanjutkan dengan
pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah
menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter
di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan
bendera, dia menolak: " lebih baik seorang prajurit ," katanya.
Tanpa ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA
berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil
bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada
tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.
Bendera dinaikkan
perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali,
untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang.
Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari
Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah upacara pembacaan
Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi (1984:77) mengemukakan bahwa
ada sepasukan barisan pelopor yang berjumlah kurang lebih 100 orang di
bawah pimpinan S. Brata, memasuki halaman rumah Soekarno. Mereka
datang terlambat. Dengan suara lantang penuh kecewa S. Brata meminta
agar Bung Karno membacakan Proklamasi sekali lagi. Mendengar teriakan
itu Bung Karno tidak sampai hati, ia keluar dari kamarnya. Di
depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi hanya diucapkan
satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Mendengar keterangan itu
Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno memberi amanat
singkat. Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai upacara itu rakyat
masih belum mau beranjak, beberapa anggota Barisan Pelopor masih
duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.
Tidak lama
setelah Bung Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga
orang pembesar Jepang. Mereka diperintahkan menunggu di ruang
belakang, tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk apa
mereka datang. Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung
Karno sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk, sehingga terpaksa
berpakaian lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan
Bung Karno: " Kami diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi ." " Proklamasi sudah saya ucapkan," jawab Bung Karno dengan tenang. " Sudahkah ?" tanya utusan Jepang itu keheranan. " Ya, sudah !"
jawab Bung Karno. Di sekeliling utusan Jepang itu, mata para pemuda
melotot dan tangan mereka sudah diletakkan di atas golok masing-masing.
Melihat kondisi seperti itu, orang-orang Jepang itu pun segera pamit.
Sementara itu, Latief Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya.
Karena dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN untuk
mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS
yang plat filmnya tinggal tiga lembar (saat itu belum ada rol film).
Sehingga dari seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya
ada tiga; yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada
saat pengibaran bendera, dan sebagian foto hadirin yang menyaksikan
peristiwa itu.
Penutup
Peristiwa besar
bersejarah yang telah mengubah jalan sejarah bangsa Indonesia itu
berlangsung hanya satu jam, dengan penuh kehidmatan. Sekalipun sangat
sederhana, namun ia telah membawa perubahan yang luar biasa dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia . “Gema lonceng kemerdekaan”
terdengar ke seluruh pelosok Nusantara dan menyebar ke seantero
dunia. Para pemuda, mahasiswa, serta pegawai-pegawai bangsa Indonesia
pada jawatan-jawatan perhubungan yang penting giat bekerja menyiarkan
isi proklamasi itu ke seluruh pelosok negeri. Para wartawan Indonesia
yang bekerja pada kantor berita Jepang Domei , sekalipun telah disegel oleh pemerintah Jepang, mereka berusaha menyebarluaskan gema Proklamasi itu ke seluruh dunia
"4 Peristiswa Setelah Kemerdekaan"
Sumber : https://arisudev.wordpress.com/2011/03/25/4-peristiwa-penting-sesudah-proklamasi-kemerdekaan/
1. Bandung lautan api
Pada
tanggal 17 Oktober 1945 Belanda mendaratkan pasukannya di wilayah
Bandung. Belanda kemudian mengeluarkan ultimatum pada tanggal 21
November yang berisikan agar para penduduk mengosongkan wilayah
tersebut sebelum tanggal 29 November 1945, namun ultimatum tersebut
tidak diindahkan oleh para pejuang sehingga sering terjadi perang
disana. Kemudian pada tanggal 23 Maret 1946 Belanda mengulangi
ultimatumnya. Akhirnya atas instruksi dari pemerintah RI di Jakarta,
para pejuang mau meninggalkan kotanya walau dengan berat hati. Namun
sebelum meninggalkan kota tersebut, terlebih dahulu para pejuang
menyerang ke arah sekutu dan membumi hanguskan bandung wilyah selatan.
Nah!!!! Kejadian tersebutlah yang disebut dengan BANDUNG LAUTAN API….
2 . Puputan Margarana
Isi
dari perundingan Linggarjati pada tanggal 10 november 1946 adalah
Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia yaitu JAWA, SUMATRA,
dan MADURA, namun Bali tidak termasuk yang menyebabkan rakyat bali
kecewa berat. Kemudian Belanda membujuk I GUSTI NGURAH RAI untuk
membentuk Negara Indonesia Timur (NIT). Namun ajakan tersebbut ditolak
dengan tegas dan dijawab dengan perawanan senjata. Kemudian pada
tanggal 29 November 1946 Di Margarana,Tabanan,Bali terjadi peperangan
besar dan hebat, disana Igusti Ngurah Rai mengobarkan perang PUPUTAN.
Akan tetapi I Gusti Ngurah Rai beserta kelompoknya gugur sebagai bunga
bangsa dalam pertempuran karena kalah dalam persenjataan. Perang
tersebut akhirnya disebut dengan Puputan Margarana (Perang mati-matian
demi membela nusa dan bangsa).
3. Peristiwa Westerling di Makassar
Pada
bulan Desember 1946 Belanda mendaratkan pasukannya di wilayah Sulawesi
Selatan yang dipimpin oleh Raymond Westerling untuk membersihkan
wilayah tersebut dari orang” yang memberontak pembentukan NIT serta
pejuang” disana. Kemudian pasukannya mulia meneyran kea rah desa pada
tanggal 7-25 Desember dan pada tanggal 10 Desember 1946 wilyah tersebut
dinyatakan sebagai wilayah perang. Korban peristiwa tersebut mencapai
kurang lebih 40.000 orang, coba kalian bayangkan betapa sadisnya dia!
4 . Serangan umum 1 Maret 1949
Pada
agresi militer Belanda yang kedua bulan desember 1948, Indonesia
berhasil ditaklukan oleh Belanda. Presiden,wapres beserta
mentri-mentrinyapun ditawan oleh Belanda. Akhirnya Belanda menyatakan RI
telah runtuh! Tanpa disadari oleh Belanda, Indonesia membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bukit tinggi. Karena
adanya agresi militer belanda yang kedua, TNI serta kelompok bersenjata
yang lain menjadi terpecah belah, masalah tersebut berhasil diatasi
dengan mengirim kurir, telegram, ataupun mengirim sinyal radio. Kemudian
pada tanggal 1 MARET 1949 Indonesia akan menyerang ke arah Belanda di
Yogyakarta yang dipimpin oleh LETKOL. SOEHARTO. Serangan umum ini
membawa hasil yang sangat membanggakan karena berhasil menguasai
kembail wilayah Yogyakarta selama 6 jam (06.00-12.00)